Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Salah Kaprah Siwaratri Bukan Malam Penghapusan Dosa

Salah Kaprah Siwaratri Bukan Malam Penghapusan Dosa 

sumber foto @yande_zetia hanya ilustrasi

Hari Siwaratri  jatuh setiap  Purwaning Tilem Kapitu, Siwaratri terdiri dari kata Siwa dan Ratri. Siwa artinya manifestasi Sang Hyang Widhi sebagai pelebur atau pralina dan Ratri berarti malam. Jadi, Siwaratri artinya malam Dewa Siwa atau malam renungan suci dimana yang beryoga pada hari itu adalah Sang Hyang Siwa sebagai pengatur dan penguasa alam semesta. Pada setiap sehari sebelum tilem Kapitu (panglong ping 14 sasih kepitu/ H-1 Tilem) atau bulan mati. Maha Siwaratri dilaksanakan pada  sasih Kapitu karena tilem Kapitu menurut kepercayaan umat Hindu merupakan malam yang paling gelap dari malam-malam disetiap sasih (bulan).

Dipilihnya tilem Kapitu, karena Kapitu merupakan simbol tujuh kegelapan yang menyelimuti kehidupan manusia didunia yang disebut “Sapta Timira”. Sapta Timira berarti “tujuh kegelapan” adalah tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran orang jadi gelap. Ketujuh unsur kegelapan tersebut ada pada setiap diri manusia. Adapun tujuh kegelapan yang harus dikendalikan manusia antara lain : 

1). Surupa artinya mabuk akan kecantikan atau ketampanan, 

2). Dhana berarti mabuk karena memiliki kekayaan. 

3). Guna artinya mabuk pada kepandaian. 

4). Kulina berarti mabuk karena keturunan. 5). Yowana artinya mabuk pada masa remaja/muda. 

6). Sura artinya mabuk karena minum  minuman keras. 

7). Kasuran artinya mabuk karena keberanian.

Pelaksanaan Upacara siwaratri dikait-kaitkan dengan Epos cerita “Lubdaka” dimana ceritra itu penuh makna dan arti. Seperti yang dikatakan Mpu Tanakung bahwa kita selayaknya dalam hidup ini selalu amuter tutur penehayu, yang artinya berusaha memutar kesadaran dengan cara yang tepat. Salah satunya adalah menjalankan brata siwaratri ini.

Dari cerita si Lubdaka dapat disimpulkan bahwa Lubdaka adalah manusia biasa yang penuh dosa/ papa, seorang pemburu dan pembunuh hewan, secara kebetulan menjalankan ajaran / memuja Siwa di hari yang ratri, yaitu panglong ping 14 yang mana itu merupakan hari pemujaan Siwa, maka segala dosa yang pernah diperbuat mendapat pengampunan. Artinya, dosa –dosanya itu menjadi TERNETRALISIR karena perbuatan yang baik, disaat yang tepat.

Pelaksanaan hari siwaratri ini tercantum pada kakawin Sivaratri Kalpa yang menyatakan keutamaan Brata Sivaratri seperti disebutkan oleh Sang Hyang Siva sebagai berikut  yang berbunyi :

”Walaupun benar-benar sangat jahat, melakukan perbuatan kotor, menyakiti kebaikan hati orang lain, membunuh pandita (orang suci) juga membunuh orang yang tidak bersalah, congkak dan tidak hormat kepada guru, membunuh bayi dalam kandungan, seluruh kepapaan itu akan ternetralisir dengan melakukan Brata Sivaratri yang utama, demikianlah keutamaan dan ketinggian Brata (Sivaratri) yang Aku sabdakan ini” (Sivaratri kalpa, 37, 7-8).

Makna yang terkandung dalam kutipan sloka diatas menekankan pada dosa-dosa yang telah diperbuat manusia sekalipun dosa atau perbuatan yang paling jahat sekalipun akan ternetralisir dan diampuni oleh diwa Siwa, kalau orang tersebut telah melakukan Brata Siwaratri yang Utama dan nanti setelah meninggal atmanya akan mendapatkan Siva Lokha (Alam Sorga). Selanjutnya perlu ditekankan dosa dalam hal ini tidak terhapus (hilang) tetapi TERNETRALISIR, bedanya dihapus dengan dinetralisir yaitu: kalau terhapus berarti hilang, sedangkan ternetralisir berarti kondisi menetralkan tanpa menghilangkan. Contohnya ketika kita melarutkan garam kedalam sebuah wadah yang berisi air, maka air tersebut akan terasa asin, kita tidak mungkin mengangkat garam yang sudah larut dalam air untuk mengilangkan rasa asin tersebut, melainkan hal yang kita lakukan adalah menambah air sebanyak-banyaknya untuk menetralisir rasa asin dalam air tersebut. Dalam hal ini garam adalah dosa, dan air adalah perbuatan baik. Inilah sebabnya dosa tidak bisa  dihapus melainkan bisa dinetralisir dengan perbuatan-perbuatan yang baik.

Adapun Brata Siwaratri yang Utama yang dimaksud dalam kakawin Sivaratri Kalpa diatas adalah :

Tingkatan Nista : yaitu melakukan Jagra Brata (Begadang semalam suntuk) lamanya 12 Jam, dimulai dari jam 6 sore sampai besok pada hari tilem jam 6 pagi.

Tingkatan Madya: yaitu melakukan Jagra Brata (Begadang atau tidak tidur) dan upawasa (tidak makan dan minum) selama 24 jam, dimulai dari jam 6 pagi sebelum tilem sampai besok pada hari tilem jam 6 pagi.

Tingkatan Utama: yaitu melakukan Jagra Brata (Begadang atau tidak tidur) , upawasa (tidak makan dan minum) dan Mona Brata (tidak bicara) selama 36 Jam, dimulai dari jam 6 pagi sebelum tilem sampai besok pada hari tilem jam 6 sore.

Tingkatan Brata yang Utama inilah dilakukan oleh si Lubdaka dalam Kakawin Sivaratri tersebut, dari pergi berburu jam 6 pagi, sampai besok jam 6 sore baru pulang (36 jam), karena si Lubdaka tidak makan-minumn, tidak dapat tidur serta tidak bicara selama 36 jam, hal inilah yang dilakukan si Lubdaka (Brata Siwaratri yang Utama) sehingga setelah meninggal Atmanya / Rohnya dijemput oleh Dewa Siwa untuk diajak ke alam Sorga.

Baca juga : Suka memitre dikehidupan mendatang menjadi lintah

Baca juga : Mahakali mujud seram namun penuh kasih

Baca juga : Munculnya lelut emas merupakan sebua petanda

Jadi Makna dari hari raya Siwaratri ialah menenangkan pikiran serta menjauhkan diri dari hal- hal yang buruk dan mampu merenungkan perbuatan- perbuatan yang pernah kita lakukan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan buruk yang pernah kita lakukan, kemudian mampu menebus semua perbuatan buruk yang telah dilakukan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik dalam kehidupan seterusnya.

Penulis :  I Made Yuda Asmara, S.Pd.H. M.Pd.


Post a Comment for "Salah Kaprah Siwaratri Bukan Malam Penghapusan Dosa"