Saat Hari Pasah Atau Dora Masyarakat Bali Jarang Melakukan Ritual Atau Upacara Lainnya, Kenapa?
Saat Hari Pasah Atau Dora Masyarakat Bali Jarang Melakukan Ritual Atau Upacara Lainnya, Kenapa?
Triwara adalah nama dari sebuah pekan atau minggu yang terdiri dari 3 hari dalam budaya Jawa dan Bali ketiga hari itu adalah:
Pasah atau Dora yang berarti tersisih.
Dalam budaya Bali biasanya hari ini adalah hari baik untuk mengerjakan hal-hal yang kaitannya dengan masa depan. Selain itu pada hari ini bagi budaya Bali dipercaya untuk tidak mengungkit sejarah masa lalu juga mengadili orang berdasarkan masa lampau.
Beteng atau Waya yang berarti makmur
Dalam budaya Bali biasanya hari ini adalah hari baik untuk mengerjakan hal-hal yang kaitannya dengan masa lalu, seperti memperbaiki hubungan yang kurang baik, meluruskan kesalahpahaman dan sebagainya. Selain itu pada hari ini bagi budaya Bali dipercaya merupakan hari yang baik untuk memperkuat potensi diri, belajar dan berdoa.
Kajeng atau Biantara yang berarti tekanan yang tajam.
Dalam budaya Bali biasanya hari ini adalah hari baik untuk mengerjakan hal-hal yang kaitannya dengan masa kini, seperti membenahi dan merapikan perabot dan peralatan. Selain itu pada hari ini bagi budaya Bali dipercaya merupakan hari yang harus dihindari untuk memulai sesuatu yang baru, apalagi jika dampaknya akan besar dan menyangkut kepentingan orang banyak dalam waktu yang lama.
Dikutip dari @calonarangtaksu Ketika masyarakat Bali pergi minta pertolongan kepada penekun spiritual, entah itu berobat secara Niskala, memohon petunjuk, atau melakukan ritual dan upacara lainnya, biasanya pasti akan pantang dilakukan saat hari Pasah. Misalnya ritual meluasin yang pantang dilakukan saat Tri Wara berada saat hari Pasah. Sisanya Beteng dan Kejeng tetap bisa. Karena Pasah dianggap sebagai hari yang tidak baik untuk pelaksanaan upacara, dan leluhur jarang bisa berkomunikasi kala itu.
Kata pasah adalah kata dalam bahasa Bali yang memiliki makna ‘terpisah’. Seperti halnya dijelaskan dalam anacaraka, simbol Ongkara Pasah disebutkan merupakan dua buah aksara Ongkara yang kepalanya ditulis terpisah, atau bertolak belakang.
Aksara ini juga disebutkan simbol I Nini lan I Kaki sane tan kari ngemu rasa (Nyoka, 1994:25).
Dimana dalam rumus perhitungan wariga, pasah merupakan bagian dari Tri Wara yang ditujukan kepada Dewa dengan urip 9. Namun dalam lontar Aji Swamandala, pasah disebutkan merupakan alaning dewasa yaitu wuku tan paguru, sasih tan patumpek, wulan tan pasirah.
Awal dari siklus triwara yaitu Pasah, juga disakralkan sebagai awal semua siklus yang ada, sehingga dalam mithologi dikatakan bahwa awal itu (pasah) patut dihormati karena para Dewa sedang berkonsentrasi melakukan putaran untuk mencapai siklus berikutnya. Oleh karena itu umat manusia dianjurkan untuk tidak melakukan yadnya, di mana jika mengadakan yadnya kita memohon kehadiran para Dewata, sedangkan para Dewata di saat itu beryoga samadhi.
Singkatnya umat manusia agar tidak mengganggu yoga-samadhi para Dewata, demi ajegnya alam semesta. Karena itulah mengapa para penekun spiritual di Bali entah itu Balian atau Mangku kebanyakan pantang membuka praktik ketika hari pasah. Dan tidak hanya pengobatan nonmedis, banyak upacara di Bali yang juga pantang dilakukan saat hari Pasah.
Post a Comment for "Saat Hari Pasah Atau Dora Masyarakat Bali Jarang Melakukan Ritual Atau Upacara Lainnya, Kenapa?"