Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pura Melanting Dipercaya Sebagai Tempat Memohon Kemakmuran Khususnya Buat Para Pedagang

Pura Melanting Dipercaya Sebagai Tempat Memohon Kemakmuran Khususnya Buat Para Pedagang

sumber foto google

Warga Hindu terutama di Bali apalagi yang memiliki propesi sebagai pedagang, melakukan persembahyangan ke Pura Melanting menjadi hal wajib untuk dilaksanakan.

Pura Melanting Letaknya di Bali utara. Pura ini terletak berdekatan dengan Pura Pulaki, maupun Pura Kerta Kawat. Secara administratif, Pura Melanting terletak di desa Banyupoh, Kecamatan Grokgak, Buleleng.

Konon, keberadaan pura ini terkait dengan kedatangan Danghyang Nirarta atau Pedanda Sakti Wawu Rauh yang datang ke Bali dari Jawa. Dikisahkan, Danghyang Nirarta datang ke Bali bersama sang istri, Danghyang Biyang Ketut atau Danghyang Biyang Patni Keniten yang berasal dari Belambangan.

Dalam perjalanan, ketika memasuki wilayah Banyupoh, sang istri yang tengah hamil tua tak kuasa melanjutkan perjalanan. Ida merasa bahwa kakinya nyeri, ngilu dan bahkan tak bisa digerakkan. Oleh karena Danghyang Nirarta masih harus menempuh perjalanan yang sangat jauh, dengan berbagai pertimbangan akhirnya sang istri ditinggal di sana. Di sana sang istri ditemani oleh beberapa pengiring dan juga putrinya, Dyah Ayu Swabawa. Sebelum pergi, Danghyang Nirarta berjanji akan mengirim utusan ke sana.

Di tempat itu, Danghyang Biyang Patni Keniten bersama pengikutnya membangun sebuah pemukiman, membuka sawah dan juga ladang serta memberikan ilmu kepada masyarakat di sekitarnya. Hingga akhirnya Ida melahirkan seorang anak lelaki bernama Bagus Bajra. Nama ini diberikan sesuai dengan permintaan Danghyang Nirarta.

Daerah yang ditempati lama kelamaan menjadi ramai dengan kehadiran masyarakat yang ingin belajar dan setia padanya. Bahkan, Danghyang Biyang Patni Keniten juga disebut sebagai Mpu Biyang, yang bermakna ibu dari masyarakat yang ada di sana.

Dyah Ayu Swabawa tumbuh menjadi orang yang cerdas terutama dalam ilmu berdagang. Nasihat yang diberikan salah satunya memikat pembeli dengan membantu dalam memilih barang-barang yang mau dibeli. Karena daerah tersebut kemudian ramai dikunjungi oleh saudagar, maka perlahan berubah menjadi pusat perdagangan.

Akan tetapi, Dyah Ayu Swabawa selalu menantikan utusan sang ayah datang ke tempatnya. Bahkan ia selalu naik ke pohon dan bergelantungan berharap dari atas pohon bisa melihat kedatangan utusan ayahnya. Oleh masyarakat di sana diberi nama Dyah Ayu Melanting.

Warga setempat juga sering memohon nasihat dan pertolongan pada Danghyang Biyang Patni Keniten sehingga Ida diberi nama Empu Alaki, atau orang yang arif dan bersuami.

Lama-kelamaan karena usianya semakin menua, Danghyang Biyang Patni Keniten tak juga mendengar kabar suaminya yang membuatnya putus asa. Sambil menangis di depan tempat pemujaan, Ida memohon agar dirinya bersama seluruh warga diijinkan menunggu hingga nanti. Atas permintaannya, Dewata memberikan syarat, Ida bersama warganya akan tetap hidup namun tak ada yang bisa melihatnya untuk mencegah adanya iri hati dari umat lain atas karunia umur abadi ini.

Pada akhir kisahnya, Danghyang Nirarta menyadari hal itu setelah Ida moksa di Pura Uluwatu. Danghyang Patni Keniten bersama Dyah Ayu Melanting dan Bagus Bajra juga moksa setelah itu.

Tempat tinggal mereka kemudian dikenal dengan Pulaki. Sementara Dyah Ayu Melanting berstana di pura Melanting, serta Pangeran Bajra di Pura Kerta Kawat. Ketiga pura ini memang memiliki lokasi yang berdekatan. Hingga kini Dyah Ayu Melanting tetap melimpahkan berkat pada para pedagang yang mau memilihkan barang dagangan terbaik kepada pembelinya.

Para pemedek yang memiliki profesi sebagai pedagang biasanya akan meminta berkah ke pura ini. Para pedagang biasanya membawa daksina lingga ke pura ini untuk didoakan. Daksina lingga tersebut yang merupakan simbol Dyah Ayu Melanting akan diletakkan di plangkiran pedagangan. 

Rangkum dari tekusurbali

Post a Comment for "Pura Melanting Dipercaya Sebagai Tempat Memohon Kemakmuran Khususnya Buat Para Pedagang"